Rabu, 28 September 2011

Do'a Dua Malaikat Setiap Subuh

Do’a Dua Malaikat Setiap Subuh Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk berinfaq. Anjuran yang bahkan pada bagian awal surah Al-Baqarah telah disebutkan oleh Allah subhaanahu wa ta’aala menggambarkan salah satu karakter utama orang bertaqwa. الم ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ “Alif Laam Miim. Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan meng-infaq-kan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (QS Al-Baqarah ayat 1-3) Dalam ayat di atas Allah ta’aala menyebutkan karakter muttaqin yang biasa berinfaq bersama karakternya yang rajin menegakkan sholat. Di dalam Al-Qur’an hampir selalu karakter menegakkan sholat dan mengeluarkan infaq disebutkan dalam suatu rangkaian berpasangan. Hal ini mudah dimengerti sebab ajaran Islam selalu menekankan keseimbangan dalam segala sesuatu. Islam bukan semata ajaran yang mewujudkan hubungan antara hamba dengan rabbnya atau hablum minAllah, tetapi juga hubungan antara hamba dengan sesama hamba atau hablum minan-naas. Uniknya lagi, di dalam ajaran Islam bila suatu perintah Allah ta’aala dilaksanakan, maka bukan saja hal itu menunjukkan kepatuhan seorang hamba akan rabbnya, melainkan dijamin bakal mendatangkan manfaat bagi si hamba. Ini yang disebut dengan fadhilah atau keutamaan suatu ’amal-perbuatan. Misalnya sholat malam atau tahajjud. Allah ta’aala menjanjikan bagi pelakunya bakal memperoleh kekuatan daya pengaruh ketika berbicara. يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآَنَ تَرْتِيلًا إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا “Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat.” (QS AlMuzzammil ayat 1-5) Contoh lainnya bila seseorang meningkatkan ketaqwaan kepada Allah ta’aala maka di antara fadhilah yang akan ia peroleh adalah penambahan ilmu dari Allah ta’aala, jalan keluar kesulitan hidupnya serta rizqi dari arah yang tidak disangka-sangka. وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ”Dan bertakwalah kepada Allah; Allah (akan) mengajarmu.” (QS AlBaqarah ayat 282) وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ”Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS Ath-Thalaq ayat 2-3) Demikian pula dengan berinfaq. Allah ta’aala menjanjikan fadhilah di balik kedermawanan seseorang yang rajin berinfaq. قُلْ إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ “Katakanlah, "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)." Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS Saba’ ayat 39) Bahkan dalam sebuah hadits Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menggambarkan keuntungan yang bakal diraih seseorang yang rajin berinfaq di pagi hari sekaligus kerugian yang bakal dideritanya bilamana ia tidak peduli berinfaq di pagi hari. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلَانِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا وَيَقُولُ الْآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا (البخاري) Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu sesungguhnya Nabi Muhammad shollallahu ‘alahi wa sallam bersabda: “Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat. Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”, sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)” (HR Bukhary 5/270) Pembaca yang budiman, marilah kita galakkan berinfaq di pagi hari agar malaikat mendoakan kelapangan rizqi yang memang sangat kita perlukan untuk memperlancar ibadah, amal sholeh, da’wah dan jihad kita di dunia. Dan jangan biarkan ada satu pagipun yang berlalu tanpa berinfaq sebab itu sama saja kita mengundang kerusakan dalam hidup sebagaimana doa malaikat yang satunya di setiap pagi hari. Ketahuilah, bukan banyaknya jumlah infaq yang penting melainkan kontinuitas-nya. Lebih baik berinfaq sedikit namun konstan terus-menerus daripada berinfaq dalam jumlah besar namun hanya sekali setahun atau seumur hidup. Orang yang konstan berinfaq tidak bakal dipengaruhi oleh musim. Dalam masa paceklik tetap berinfaq, dalam masa panen tentu lebih pasti. وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit.” (QS Ali Imran ayat 133-134) Sumber : http://www.eramuslim.com/suara-langit/ringan-berbobot/do-a-dua-malaikat-setiap-subuh.htm

Senin, 26 September 2011

Menanamkan karakter welas asih dan empati pada anak

Menanamkan jiwa sosial pada anak bukanlah hal yang sulit bagi orang tua, tapi kenyataannya tidak semua orang tua dapat melakukan hal tersebut. Mengapa hal tersebut menjadi sulit? Sesungguhnya yag terjadi masih banyak orang tua hanya meminta pada anaknya untuk berbuat tapi tidak melakukannya sendiri. Alhamdulillah yaaa (emang Syahrini aja yang bisa ngomong gituuuuuuu) Bagi orang tua yang menyekolahkan putra putrinya di Sekolah bernuansa Agama, salah satunya di KB dan TK Al-Ghoniya...telah menjadi program utama untuk menjadikan anak-anak yang tidak hanya pandai Kognitif dan Bahasa semata, tetapi menjadi program utama untuk penanaman Akhlakul Karimah yang meneladani Rasulullullah Saw. Dengan kerjasama Lembaga dan orang tua, telah dilaksanakan kegiatan yang pastinya akan melekat di hati ananda....bahwa mereka harus peduli pada orang sekitar dan mampu berbagi dengan orang sekitarnya yang mebutuhkan bantuan. Kegiatan bersedekah yang dilakukan orang tua melalui anak adalah hal positif yanf akan dicontoh oleh ananda, mengunjungi panti asuhan pun dilakukan dengan riang. Walaupun sebenarnya mereka belum mengetahui dengan jelas apa manfaat dari kegiatan tersebut, namun akan dimaknai anak saat ia dapat berfikir abstrak...BAhwa yang dilakukan waktu TK adalah hal baik yang berpahala bagi dirinya.. Semoga kita termsuk orang tua yang selalu memverikan teladan pada anak-anak kita....amin Karena sebaik-baiknya yang diteladani anak setelah Rasulullah adalah kedua orang tuanya

Selasa, 14 Juni 2011

Asyiknya Out Bond di Kampung Lumbung






Mengakihiri tahun ajaran..bersama kami bergembira, bermain dengan tantangan yang menjadi kenangan terindah buat kami bersama teman dan bu guru tercinta..lihatlah aksi kami..walau masih ada yang nangis..namun hanya awal..selanjutnya...asyik dan menyenangkan..pengalman itu sangat indah..tak akan terulang walau sampai kapan pun
......Nich gaya kami


Kami berani dengan seang hati melahap semua tantangan dari kakak....hehehe..kakek kali ya...mulai dari berjalan di pohon titian, tangga bergoyang...

Kami juga ditantang untuk panjat papan lhooooo...sSSSSSSSSSSSSSST..ada yang nangis juga....hehehehe

Yang pasti nich teman-teman..banyak pengalaman menarik buat kami...
Tapi yang kami sediiiih...beberap teman gak bisa ikut karena sakit..
Tapi jangan khawatir..sebelum main kami berdoa dulu buat kalian...

Yang paling serru waktu kami tangkap belut...Liciiiiiiiiin sih...si Ganiya dikejar Damar karena takut ..gelli katany...Nah saat yang paling kami nanti adlah waktu bermain dalam lumpur..alias menanam padi...dannnnnnnnnnnnnnnn FLYING FOX..awalnya deg..deg..degan..tapi pingin lagiiiiiiiiii...
Kapan lagi Kita Out Bond bu Guruuuuuuuuuuuuuu....

Selasa, 17 Mei 2011

12 Tahun Al Ghoniya





Alhamdulillahirrobil'alamiin.. Sudah 12 tahun KB & TK Al Ghoniya mewarnai dunia Pendidikan Anak Usia Dini, kami berharap Al Ghoniya dapat memberikan manfaat untuk mendidik generasi penerus yang cerdas, ceria dan berakhlaqul karimah.
Sebagai wujud rasa syukur kami, kami mengadakan tasyakuran yang berlangsung pada Sabtu 14 Mei 2011. Acara antara lain: Jalan sehat, lomba intern siswa Al Ghoniya dan bazaar. Acara berlangsung lancar dan meriah. Wah, tak lupa ucapan terima kasih kepada keluarga besar KB & TK al Ghoniya yaitu yayasan, PWM, Wali murid dan Alumni yang memeriahkan acara tersebut. Dan sponsor yang mensupport acara kami antara lain Bank Niaga, Bank Muamalat, Dan Penerbit Erlangga. Mohon doa, semoga ke depan Al Ghoniya dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat untuk dunia Pendidikan Anak Usia Dini di Malang Raya.. Aamiin.
Sampai Jumpa Tahun Depan, InsyaAllah :)

Jumat, 25 Maret 2011

Mendidik Anak Berkarakter Islami

Pendidikan Karakter di mulai dari sejak usia dini

Ada dua kata yang penting yang digunakan Alquran dalam proses pendidikan karakter ini yakni kata tarbiyah dan kata taklim. Pertama, Dari segi etimologis, tiga asal kata tarbiyah yakni rabaa; rabiya; dan rabba, kata tarbiyah mencakup makna yang sangat luas yakni (1) al-namaa yang berarti bertambah, berkembang dan tumbuh menjadi besar sedikit demi sedikit, (2) aslahahu yang berarti memperbaiki pembelajar jika proses perkembangan menyimpang dari nilai-nilai Islam, (3) tawallaa amrahu yang berarti mengurusi perkara pembelajar, bertanggung jawab atasnya dan melatihnya, (4) ra’ahu yang berarti memelihara dan memimpin sesuai dengan potensi yang dimiliki dan tabiatnya (5) al-tansyi’ah yang berarti mendidik, mengasuh, dalam arti materi (fisiknya) dan immateri (kalbu, akal, jiwa, dan perasaannya), yang kesemuanya merupakan aktivitas pendidikan. Maka kata tarbiyah lebih menekankan proses persiapan dan pengasuhan pada fase pertama pertumbuhan manusia, atau pada fase bayi dan kanak-kanak. Untuk itu penggunaan kata tarbiyah pada QS. Al-Isra’, (17):24:

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنْ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

(Rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: Wahai Tuhanku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil), menunjukkan, bahwa pendidikan pada fase ini menjadi tanggung jawab keluarga. Demikian juga pada QS. Al-Syu’ara, (26):18:

قَالَ أَلَمْ نُرَبِّكَ فِينَا وَلِيدًا وَلَبِثْتَ فِينَا مِنْ عُمُرِكَ سِنِينَ

(Firaun menjawab: “Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu),” menunjukkan bahwa Firaun menyebut-nyebutkan kebaikannya terhadap Musa bahwa dia telah mendidiknya semasa kecil dan tidak memasukkannya ke dalam golongan anak-anak yang dibunuh ketika itu. Firaun juga mengingatkan Musa, bahwa ia telah berada dalam naungan keluarga untuk beberapa tahun lamanya.

Kedua, kata taklim menurut Jalal (1977) lebih luas jangkauannya dan lebih umum daripada kata tarbiyah.Hal itu dapat dilihat bahwa Rasulullah SAW diutus untuk menjadi mu’allim (pendidik). Seperti ayat berikut ini sebagai penekanan pentingnya taklim bagi seluruh umat manusia.

كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمْ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ

Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu). Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan (taklim) kepamu Al Kitab dan Al-Hikmah (Al-Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui (QS. al-Baqarah [2]:151).

Ketika mengajarkan membaca Alquran kepada kaum muslimin, Rasulullah SAW tidak terbatas pada membuat mereka sekedar dapat membaca, melainkan membaca dengan perenungan yang berisikan pemahaman, pengertian, tanggung jawab, penanaman amanah sehingga terjadi pembersihan diri (tazkiyah al-nufus) dari segala kotoran, menjadikan dirinya dalam kondisi siap menerima hikmah, dan mempelajari segala sesuatu yang belum diketahuinya dan yang tidak diketahuinya serta berguna bagi dirinya. Hikmah tidak dapat dipelajari secara parsial atau secara sederhana, melainkan mencakup keseluruhan ilmu secara integratif. Karena kata al-hikmah itu sendiri berakar dari kata al-ihkam, yang berarti kesungguhan di dalam memperoleh ilmu, amal, perkataan, dan/atau di dalam semua itu.

Usia dini berarti pendidikan karakter sejak dalam kandungan. Sewaktu calon bayi dalam kandungan, keluarga terutama ibu calon bayi, diharapkan banyak membaca ayat-ayat Alquran, seperti surat Yusuf, surat Maryam, atau lainnya, dengan harapan ibunya tenang dan damai, yang hal itu berpengaruh kepada calon bayi yang dikandungnya menjadi manusia berkarakter kuat seperti Nabi Yusuf as dan Maryam. Sewaktu anak lahir disyariatkan mengumandangkan azan di telinga kanan dan ikamat di telinga kirinya, agar bayi dibiasakan mendengarkan kalimat yang baik yang menggetarkan syaraf dan jiwanya. Berkebiasaan mendengarkan yang baik akan mengukir dalam jiwa anak, yang akhirnya menjadi karakter kuat.

Keluarga merupakan kelembagaan masyarakat yang memegang peranan kunci dalam proses pendidikan karakter. Jadi ayah, ibu dan seluruh anggota keluarga adalah demikian penting dalam proses pembentukan dan pengembangan karakter. Keluarga wajib berbuat sebagai ajang yang diperlukan sekolah dalam hal melanjutkan pemantapan sosialisasi kognitif. Demikian juga keluarga dapat berperan sebagai sarana pengembangan kawasan afektif dan psikomotor. Dalam keluarga diharapkan berlangsungnya pendidikan yang berfungsi pembentukan karakter sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk susila dan makhluk religius.

Ada beberapa alasan kenapa pendididikan karakter dalam keluarga ini penting. Pertama, dasar-dasar kelakuan dan kebiasaaan anak tertanam sejak di dalam keluarga, juga sikap hidup serta kebiasaan-kebiasaannya. Kebiasan-kebiasaan yang baik dalam keluarga ini akan menjadi karakter anak setelah dia dewasa. Kedua, anak menyerap adat istiadat dan prilaku kedua orangtuanya dengan cara meniru atau mengikuti disertai rasa puas. Peniruan yang baik yang diikuti dengan rasa puas akan sangat besar pengaruhnya dalam penanaman karakter anak. Ketiga, dalam pendidikan keluarga berjalan secara natural, alami dan tidak dibuat-buat. Kehidupan keluarga berjalan penuh dengan keaslian, akan terlihat jelas sifat-sifat atau karakter anak yang dapat diamati orang tua terus menerus dan karenanya orang tua dapat memberikan pendidikan karakter yang kuat terhadap anak-anaknya. Keempat, dalam pendidikan keluarga berlangsung dengan penuh cinta kasih dan keikhlasan. Cinta kasih dan keikhlasan ini dijelaskan Nabi dalam riwayat Imam Bukhari dari Anas bin Malik bahwa telah datang kepada Aisyah seorang ibu bersama dua anaknya yang masih kecil. Aisyah memberikan tiga potong kurma kepada wanita itu. Diberilah oleh anak-anaknya masing-masing satu, dan yang satu lagi untuknya. Kedua kurma itu dimakan anaknya sampai habis, lalu mereka menoreh kearah ibunya. Sang ibu membelah kurma (bagiannya) menjadi dua, dan diberikannya masing-masing sebelah kepada kedua anaknya. Tiba-tiba Nabi Muhammad SAW datang, lalu diberitahu oleh Aisyah tentang hal itu. Nabi Muhammad SAW bersabda : “Apakah yang mengherankanmu dari kejadian itu, sesungguhnya Allah telah mengasihinya berkat kasih sayangnya kepada kedua anaknya”. Kelima, dalam keluarga merupakan unit pertama dalam masyarakat di mana hubungan-hubungan yang terdapat di dalamnya, sebagian besar adalah bersifat hubungan langsung. Dari keluarga, anak pertama-tama memperoleh terbentuknya tahap-tahap awal proses sosialisasi, dan melalui interaksi dalam keluarga, anak memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, emosi, sikap, dan keterampilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua.

Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru, dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik.

SATU KALIMAT KUNCI AGAR ANAK BERKARAKTER ISLAMI....KU AKAN MENJADI TELADAN BUAT ANAKKU

Mendidik Anak Berkarakter Islami





Pendidikan Karakter di mulai dari sejak usia dini

Ada dua kata yang penting yang digunakan Alquran dalam proses pendidikan karakter ini yakni kata tarbiyah dan kata taklim. Pertama, Dari segi etimologis, tiga asal kata tarbiyah yakni rabaa; rabiya; dan rabba, kata tarbiyah mencakup makna yang sangat luas yakni (1) al-namaa yang berarti bertambah, berkembang dan tumbuh menjadi besar sedikit demi sedikit, (2) aslahahu yang berarti memperbaiki pembelajar jika proses perkembangan menyimpang dari nilai-nilai Islam, (3) tawallaa amrahu yang berarti mengurusi perkara pembelajar, bertanggung jawab atasnya dan melatihnya, (4) ra’ahu yang berarti memelihara dan memimpin sesuai dengan potensi yang dimiliki dan tabiatnya (5) al-tansyi’ah yang berarti mendidik, mengasuh, dalam arti materi (fisiknya) dan immateri (kalbu, akal, jiwa, dan perasaannya), yang kesemuanya merupakan aktivitas pendidikan. Maka kata tarbiyah lebih menekankan proses persiapan dan pengasuhan pada fase pertama pertumbuhan manusia, atau pada fase bayi dan kanak-kanak. Untuk itu penggunaan kata tarbiyah pada QS. Al-Isra’, (17):24:

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنْ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

(Rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: Wahai Tuhanku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil), menunjukkan, bahwa pendidikan pada fase ini menjadi tanggung jawab keluarga. Demikian juga pada QS. Al-Syu’ara, (26):18:

قَالَ أَلَمْ نُرَبِّكَ فِينَا وَلِيدًا وَلَبِثْتَ فِينَا مِنْ عُمُرِكَ سِنِينَ

(Firaun menjawab: “Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu),” menunjukkan bahwa Firaun menyebut-nyebutkan kebaikannya terhadap Musa bahwa dia telah mendidiknya semasa kecil dan tidak memasukkannya ke dalam golongan anak-anak yang dibunuh ketika itu. Firaun juga mengingatkan Musa, bahwa ia telah berada dalam naungan keluarga untuk beberapa tahun lamanya.

Kedua, kata taklim menurut Jalal (1977) lebih luas jangkauannya dan lebih umum daripada kata tarbiyah.Hal itu dapat dilihat bahwa Rasulullah SAW diutus untuk menjadi mu’allim (pendidik). Seperti ayat berikut ini sebagai penekanan pentingnya taklim bagi seluruh umat manusia.

كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمْ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ

Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu). Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan (taklim) kepamu Al Kitab dan Al-Hikmah (Al-Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui (QS. al-Baqarah [2]:151).

Ketika mengajarkan membaca Alquran kepada kaum muslimin, Rasulullah SAW tidak terbatas pada membuat mereka sekedar dapat membaca, melainkan membaca dengan perenungan yang berisikan pemahaman, pengertian, tanggung jawab, penanaman amanah sehingga terjadi pembersihan diri (tazkiyah al-nufus) dari segala kotoran, menjadikan dirinya dalam kondisi siap menerima hikmah, dan mempelajari segala sesuatu yang belum diketahuinya dan yang tidak diketahuinya serta berguna bagi dirinya. Hikmah tidak dapat dipelajari secara parsial atau secara sederhana, melainkan mencakup keseluruhan ilmu secara integratif. Karena kata al-hikmah itu sendiri berakar dari kata al-ihkam, yang berarti kesungguhan di dalam memperoleh ilmu, amal, perkataan, dan/atau di dalam semua itu.

Usia dini berarti pendidikan karakter sejak dalam kandungan. Sewaktu calon bayi dalam kandungan, keluarga terutama ibu calon bayi, diharapkan banyak membaca ayat-ayat Alquran, seperti surat Yusuf, surat Maryam, atau lainnya, dengan harapan ibunya tenang dan damai, yang hal itu berpengaruh kepada calon bayi yang dikandungnya menjadi manusia berkarakter kuat seperti Nabi Yusuf as dan Maryam. Sewaktu anak lahir disyariatkan mengumandangkan azan di telinga kanan dan ikamat di telinga kirinya, agar bayi dibiasakan mendengarkan kalimat yang baik yang menggetarkan syaraf dan jiwanya. Berkebiasaan mendengarkan yang baik akan mengukir dalam jiwa anak, yang akhirnya menjadi karakter kuat.

Keluarga merupakan kelembagaan masyarakat yang memegang peranan kunci dalam proses pendidikan karakter. Jadi ayah, ibu dan seluruh anggota keluarga adalah demikian penting dalam proses pembentukan dan pengembangan karakter. Keluarga wajib berbuat sebagai ajang yang diperlukan sekolah dalam hal melanjutkan pemantapan sosialisasi kognitif. Demikian juga keluarga dapat berperan sebagai sarana pengembangan kawasan afektif dan psikomotor. Dalam keluarga diharapkan berlangsungnya pendidikan yang berfungsi pembentukan karakter sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk susila dan makhluk religius.

Ada beberapa alasan kenapa pendididikan karakter dalam keluarga ini penting. Pertama, dasar-dasar kelakuan dan kebiasaaan anak tertanam sejak di dalam keluarga, juga sikap hidup serta kebiasaan-kebiasaannya. Kebiasan-kebiasaan yang baik dalam keluarga ini akan menjadi karakter anak setelah dia dewasa. Kedua, anak menyerap adat istiadat dan prilaku kedua orangtuanya dengan cara meniru atau mengikuti disertai rasa puas. Peniruan yang baik yang diikuti dengan rasa puas akan sangat besar pengaruhnya dalam penanaman karakter anak. Ketiga, dalam pendidikan keluarga berjalan secara natural, alami dan tidak dibuat-buat. Kehidupan keluarga berjalan penuh dengan keaslian, akan terlihat jelas sifat-sifat atau karakter anak yang dapat diamati orang tua terus menerus dan karenanya orang tua dapat memberikan pendidikan karakter yang kuat terhadap anak-anaknya. Keempat, dalam pendidikan keluarga berlangsung dengan penuh cinta kasih dan keikhlasan. Cinta kasih dan keikhlasan ini dijelaskan Nabi dalam riwayat Imam Bukhari dari Anas bin Malik bahwa telah datang kepada Aisyah seorang ibu bersama dua anaknya yang masih kecil. Aisyah memberikan tiga potong kurma kepada wanita itu. Diberilah oleh anak-anaknya masing-masing satu, dan yang satu lagi untuknya. Kedua kurma itu dimakan anaknya sampai habis, lalu mereka menoreh kearah ibunya. Sang ibu membelah kurma (bagiannya) menjadi dua, dan diberikannya masing-masing sebelah kepada kedua anaknya. Tiba-tiba Nabi Muhammad SAW datang, lalu diberitahu oleh Aisyah tentang hal itu. Nabi Muhammad SAW bersabda : “Apakah yang mengherankanmu dari kejadian itu, sesungguhnya Allah telah mengasihinya berkat kasih sayangnya kepada kedua anaknya”. Kelima, dalam keluarga merupakan unit pertama dalam masyarakat di mana hubungan-hubungan yang terdapat di dalamnya, sebagian besar adalah bersifat hubungan langsung. Dari keluarga, anak pertama-tama memperoleh terbentuknya tahap-tahap awal proses sosialisasi, dan melalui interaksi dalam keluarga, anak memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, emosi, sikap, dan keterampilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua.

Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru, dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik.

SATU KALIMAT KUNCI AGAR ANAK BERKARAKTER ISLAMI....KU AKAN MENJADI TELADAN BUAT ANAKKU

Rabu, 02 Maret 2011

Mendidik Anak Berkarakter Islami

Pendidikan Karaktr sedang membuming dan menjadikan "kalimat tersebut" sebagai kalimat sakti dalam program unggulan Lembaga Pendidikan sebagai promotion word. Jika ditelaah lebih lanjut, lembaga pendidikan ataupun guru sebagai pelaksana pendidikan hanyalah sebagian kecil dari pembentuk karakter anak-anak kita, karena sesunggunhnya pendidikan di rumah jualah penetu terbentuknya karakter anak yang kita cintai
Akan dibentuk seperti apakah karakter mereka?
1. Seperti diri kita?
2. Seperti idola kita?
3. Atau seperti harapan kita yang tidak terlaksana/ tercapai pada diri kita dan harus atau wajib dilakoni s anak?
Betapa kasihannya si anak jika dibentuk dengan 3 poin tersebut
Anadaikan kita dapat membentuk anak yang berkarakter dan Islami...Subhanallah..betap indahnya masa tua kita kelak. Mempunyai anak yang sayang dan cinta kepada kedua orang tuanya, pada teman, saudara, lingkungan dan cinta pada diri dan bangsanya.....
Kita akan mengupas....Membentuk dan Menciptakan Anak Berkarakter Sejak Dini.....