Jumat, 25 Maret 2011

Mendidik Anak Berkarakter Islami

Pendidikan Karakter di mulai dari sejak usia dini

Ada dua kata yang penting yang digunakan Alquran dalam proses pendidikan karakter ini yakni kata tarbiyah dan kata taklim. Pertama, Dari segi etimologis, tiga asal kata tarbiyah yakni rabaa; rabiya; dan rabba, kata tarbiyah mencakup makna yang sangat luas yakni (1) al-namaa yang berarti bertambah, berkembang dan tumbuh menjadi besar sedikit demi sedikit, (2) aslahahu yang berarti memperbaiki pembelajar jika proses perkembangan menyimpang dari nilai-nilai Islam, (3) tawallaa amrahu yang berarti mengurusi perkara pembelajar, bertanggung jawab atasnya dan melatihnya, (4) ra’ahu yang berarti memelihara dan memimpin sesuai dengan potensi yang dimiliki dan tabiatnya (5) al-tansyi’ah yang berarti mendidik, mengasuh, dalam arti materi (fisiknya) dan immateri (kalbu, akal, jiwa, dan perasaannya), yang kesemuanya merupakan aktivitas pendidikan. Maka kata tarbiyah lebih menekankan proses persiapan dan pengasuhan pada fase pertama pertumbuhan manusia, atau pada fase bayi dan kanak-kanak. Untuk itu penggunaan kata tarbiyah pada QS. Al-Isra’, (17):24:

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنْ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

(Rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: Wahai Tuhanku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil), menunjukkan, bahwa pendidikan pada fase ini menjadi tanggung jawab keluarga. Demikian juga pada QS. Al-Syu’ara, (26):18:

قَالَ أَلَمْ نُرَبِّكَ فِينَا وَلِيدًا وَلَبِثْتَ فِينَا مِنْ عُمُرِكَ سِنِينَ

(Firaun menjawab: “Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu),” menunjukkan bahwa Firaun menyebut-nyebutkan kebaikannya terhadap Musa bahwa dia telah mendidiknya semasa kecil dan tidak memasukkannya ke dalam golongan anak-anak yang dibunuh ketika itu. Firaun juga mengingatkan Musa, bahwa ia telah berada dalam naungan keluarga untuk beberapa tahun lamanya.

Kedua, kata taklim menurut Jalal (1977) lebih luas jangkauannya dan lebih umum daripada kata tarbiyah.Hal itu dapat dilihat bahwa Rasulullah SAW diutus untuk menjadi mu’allim (pendidik). Seperti ayat berikut ini sebagai penekanan pentingnya taklim bagi seluruh umat manusia.

كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمْ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ

Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu). Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan (taklim) kepamu Al Kitab dan Al-Hikmah (Al-Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui (QS. al-Baqarah [2]:151).

Ketika mengajarkan membaca Alquran kepada kaum muslimin, Rasulullah SAW tidak terbatas pada membuat mereka sekedar dapat membaca, melainkan membaca dengan perenungan yang berisikan pemahaman, pengertian, tanggung jawab, penanaman amanah sehingga terjadi pembersihan diri (tazkiyah al-nufus) dari segala kotoran, menjadikan dirinya dalam kondisi siap menerima hikmah, dan mempelajari segala sesuatu yang belum diketahuinya dan yang tidak diketahuinya serta berguna bagi dirinya. Hikmah tidak dapat dipelajari secara parsial atau secara sederhana, melainkan mencakup keseluruhan ilmu secara integratif. Karena kata al-hikmah itu sendiri berakar dari kata al-ihkam, yang berarti kesungguhan di dalam memperoleh ilmu, amal, perkataan, dan/atau di dalam semua itu.

Usia dini berarti pendidikan karakter sejak dalam kandungan. Sewaktu calon bayi dalam kandungan, keluarga terutama ibu calon bayi, diharapkan banyak membaca ayat-ayat Alquran, seperti surat Yusuf, surat Maryam, atau lainnya, dengan harapan ibunya tenang dan damai, yang hal itu berpengaruh kepada calon bayi yang dikandungnya menjadi manusia berkarakter kuat seperti Nabi Yusuf as dan Maryam. Sewaktu anak lahir disyariatkan mengumandangkan azan di telinga kanan dan ikamat di telinga kirinya, agar bayi dibiasakan mendengarkan kalimat yang baik yang menggetarkan syaraf dan jiwanya. Berkebiasaan mendengarkan yang baik akan mengukir dalam jiwa anak, yang akhirnya menjadi karakter kuat.

Keluarga merupakan kelembagaan masyarakat yang memegang peranan kunci dalam proses pendidikan karakter. Jadi ayah, ibu dan seluruh anggota keluarga adalah demikian penting dalam proses pembentukan dan pengembangan karakter. Keluarga wajib berbuat sebagai ajang yang diperlukan sekolah dalam hal melanjutkan pemantapan sosialisasi kognitif. Demikian juga keluarga dapat berperan sebagai sarana pengembangan kawasan afektif dan psikomotor. Dalam keluarga diharapkan berlangsungnya pendidikan yang berfungsi pembentukan karakter sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk susila dan makhluk religius.

Ada beberapa alasan kenapa pendididikan karakter dalam keluarga ini penting. Pertama, dasar-dasar kelakuan dan kebiasaaan anak tertanam sejak di dalam keluarga, juga sikap hidup serta kebiasaan-kebiasaannya. Kebiasan-kebiasaan yang baik dalam keluarga ini akan menjadi karakter anak setelah dia dewasa. Kedua, anak menyerap adat istiadat dan prilaku kedua orangtuanya dengan cara meniru atau mengikuti disertai rasa puas. Peniruan yang baik yang diikuti dengan rasa puas akan sangat besar pengaruhnya dalam penanaman karakter anak. Ketiga, dalam pendidikan keluarga berjalan secara natural, alami dan tidak dibuat-buat. Kehidupan keluarga berjalan penuh dengan keaslian, akan terlihat jelas sifat-sifat atau karakter anak yang dapat diamati orang tua terus menerus dan karenanya orang tua dapat memberikan pendidikan karakter yang kuat terhadap anak-anaknya. Keempat, dalam pendidikan keluarga berlangsung dengan penuh cinta kasih dan keikhlasan. Cinta kasih dan keikhlasan ini dijelaskan Nabi dalam riwayat Imam Bukhari dari Anas bin Malik bahwa telah datang kepada Aisyah seorang ibu bersama dua anaknya yang masih kecil. Aisyah memberikan tiga potong kurma kepada wanita itu. Diberilah oleh anak-anaknya masing-masing satu, dan yang satu lagi untuknya. Kedua kurma itu dimakan anaknya sampai habis, lalu mereka menoreh kearah ibunya. Sang ibu membelah kurma (bagiannya) menjadi dua, dan diberikannya masing-masing sebelah kepada kedua anaknya. Tiba-tiba Nabi Muhammad SAW datang, lalu diberitahu oleh Aisyah tentang hal itu. Nabi Muhammad SAW bersabda : “Apakah yang mengherankanmu dari kejadian itu, sesungguhnya Allah telah mengasihinya berkat kasih sayangnya kepada kedua anaknya”. Kelima, dalam keluarga merupakan unit pertama dalam masyarakat di mana hubungan-hubungan yang terdapat di dalamnya, sebagian besar adalah bersifat hubungan langsung. Dari keluarga, anak pertama-tama memperoleh terbentuknya tahap-tahap awal proses sosialisasi, dan melalui interaksi dalam keluarga, anak memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, emosi, sikap, dan keterampilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua.

Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru, dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik.

SATU KALIMAT KUNCI AGAR ANAK BERKARAKTER ISLAMI....KU AKAN MENJADI TELADAN BUAT ANAKKU

Mendidik Anak Berkarakter Islami





Pendidikan Karakter di mulai dari sejak usia dini

Ada dua kata yang penting yang digunakan Alquran dalam proses pendidikan karakter ini yakni kata tarbiyah dan kata taklim. Pertama, Dari segi etimologis, tiga asal kata tarbiyah yakni rabaa; rabiya; dan rabba, kata tarbiyah mencakup makna yang sangat luas yakni (1) al-namaa yang berarti bertambah, berkembang dan tumbuh menjadi besar sedikit demi sedikit, (2) aslahahu yang berarti memperbaiki pembelajar jika proses perkembangan menyimpang dari nilai-nilai Islam, (3) tawallaa amrahu yang berarti mengurusi perkara pembelajar, bertanggung jawab atasnya dan melatihnya, (4) ra’ahu yang berarti memelihara dan memimpin sesuai dengan potensi yang dimiliki dan tabiatnya (5) al-tansyi’ah yang berarti mendidik, mengasuh, dalam arti materi (fisiknya) dan immateri (kalbu, akal, jiwa, dan perasaannya), yang kesemuanya merupakan aktivitas pendidikan. Maka kata tarbiyah lebih menekankan proses persiapan dan pengasuhan pada fase pertama pertumbuhan manusia, atau pada fase bayi dan kanak-kanak. Untuk itu penggunaan kata tarbiyah pada QS. Al-Isra’, (17):24:

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنْ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

(Rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: Wahai Tuhanku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil), menunjukkan, bahwa pendidikan pada fase ini menjadi tanggung jawab keluarga. Demikian juga pada QS. Al-Syu’ara, (26):18:

قَالَ أَلَمْ نُرَبِّكَ فِينَا وَلِيدًا وَلَبِثْتَ فِينَا مِنْ عُمُرِكَ سِنِينَ

(Firaun menjawab: “Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu),” menunjukkan bahwa Firaun menyebut-nyebutkan kebaikannya terhadap Musa bahwa dia telah mendidiknya semasa kecil dan tidak memasukkannya ke dalam golongan anak-anak yang dibunuh ketika itu. Firaun juga mengingatkan Musa, bahwa ia telah berada dalam naungan keluarga untuk beberapa tahun lamanya.

Kedua, kata taklim menurut Jalal (1977) lebih luas jangkauannya dan lebih umum daripada kata tarbiyah.Hal itu dapat dilihat bahwa Rasulullah SAW diutus untuk menjadi mu’allim (pendidik). Seperti ayat berikut ini sebagai penekanan pentingnya taklim bagi seluruh umat manusia.

كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمْ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ

Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu). Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan (taklim) kepamu Al Kitab dan Al-Hikmah (Al-Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui (QS. al-Baqarah [2]:151).

Ketika mengajarkan membaca Alquran kepada kaum muslimin, Rasulullah SAW tidak terbatas pada membuat mereka sekedar dapat membaca, melainkan membaca dengan perenungan yang berisikan pemahaman, pengertian, tanggung jawab, penanaman amanah sehingga terjadi pembersihan diri (tazkiyah al-nufus) dari segala kotoran, menjadikan dirinya dalam kondisi siap menerima hikmah, dan mempelajari segala sesuatu yang belum diketahuinya dan yang tidak diketahuinya serta berguna bagi dirinya. Hikmah tidak dapat dipelajari secara parsial atau secara sederhana, melainkan mencakup keseluruhan ilmu secara integratif. Karena kata al-hikmah itu sendiri berakar dari kata al-ihkam, yang berarti kesungguhan di dalam memperoleh ilmu, amal, perkataan, dan/atau di dalam semua itu.

Usia dini berarti pendidikan karakter sejak dalam kandungan. Sewaktu calon bayi dalam kandungan, keluarga terutama ibu calon bayi, diharapkan banyak membaca ayat-ayat Alquran, seperti surat Yusuf, surat Maryam, atau lainnya, dengan harapan ibunya tenang dan damai, yang hal itu berpengaruh kepada calon bayi yang dikandungnya menjadi manusia berkarakter kuat seperti Nabi Yusuf as dan Maryam. Sewaktu anak lahir disyariatkan mengumandangkan azan di telinga kanan dan ikamat di telinga kirinya, agar bayi dibiasakan mendengarkan kalimat yang baik yang menggetarkan syaraf dan jiwanya. Berkebiasaan mendengarkan yang baik akan mengukir dalam jiwa anak, yang akhirnya menjadi karakter kuat.

Keluarga merupakan kelembagaan masyarakat yang memegang peranan kunci dalam proses pendidikan karakter. Jadi ayah, ibu dan seluruh anggota keluarga adalah demikian penting dalam proses pembentukan dan pengembangan karakter. Keluarga wajib berbuat sebagai ajang yang diperlukan sekolah dalam hal melanjutkan pemantapan sosialisasi kognitif. Demikian juga keluarga dapat berperan sebagai sarana pengembangan kawasan afektif dan psikomotor. Dalam keluarga diharapkan berlangsungnya pendidikan yang berfungsi pembentukan karakter sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk susila dan makhluk religius.

Ada beberapa alasan kenapa pendididikan karakter dalam keluarga ini penting. Pertama, dasar-dasar kelakuan dan kebiasaaan anak tertanam sejak di dalam keluarga, juga sikap hidup serta kebiasaan-kebiasaannya. Kebiasan-kebiasaan yang baik dalam keluarga ini akan menjadi karakter anak setelah dia dewasa. Kedua, anak menyerap adat istiadat dan prilaku kedua orangtuanya dengan cara meniru atau mengikuti disertai rasa puas. Peniruan yang baik yang diikuti dengan rasa puas akan sangat besar pengaruhnya dalam penanaman karakter anak. Ketiga, dalam pendidikan keluarga berjalan secara natural, alami dan tidak dibuat-buat. Kehidupan keluarga berjalan penuh dengan keaslian, akan terlihat jelas sifat-sifat atau karakter anak yang dapat diamati orang tua terus menerus dan karenanya orang tua dapat memberikan pendidikan karakter yang kuat terhadap anak-anaknya. Keempat, dalam pendidikan keluarga berlangsung dengan penuh cinta kasih dan keikhlasan. Cinta kasih dan keikhlasan ini dijelaskan Nabi dalam riwayat Imam Bukhari dari Anas bin Malik bahwa telah datang kepada Aisyah seorang ibu bersama dua anaknya yang masih kecil. Aisyah memberikan tiga potong kurma kepada wanita itu. Diberilah oleh anak-anaknya masing-masing satu, dan yang satu lagi untuknya. Kedua kurma itu dimakan anaknya sampai habis, lalu mereka menoreh kearah ibunya. Sang ibu membelah kurma (bagiannya) menjadi dua, dan diberikannya masing-masing sebelah kepada kedua anaknya. Tiba-tiba Nabi Muhammad SAW datang, lalu diberitahu oleh Aisyah tentang hal itu. Nabi Muhammad SAW bersabda : “Apakah yang mengherankanmu dari kejadian itu, sesungguhnya Allah telah mengasihinya berkat kasih sayangnya kepada kedua anaknya”. Kelima, dalam keluarga merupakan unit pertama dalam masyarakat di mana hubungan-hubungan yang terdapat di dalamnya, sebagian besar adalah bersifat hubungan langsung. Dari keluarga, anak pertama-tama memperoleh terbentuknya tahap-tahap awal proses sosialisasi, dan melalui interaksi dalam keluarga, anak memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, emosi, sikap, dan keterampilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua.

Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru, dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik.

SATU KALIMAT KUNCI AGAR ANAK BERKARAKTER ISLAMI....KU AKAN MENJADI TELADAN BUAT ANAKKU

Rabu, 02 Maret 2011

Mendidik Anak Berkarakter Islami

Pendidikan Karaktr sedang membuming dan menjadikan "kalimat tersebut" sebagai kalimat sakti dalam program unggulan Lembaga Pendidikan sebagai promotion word. Jika ditelaah lebih lanjut, lembaga pendidikan ataupun guru sebagai pelaksana pendidikan hanyalah sebagian kecil dari pembentuk karakter anak-anak kita, karena sesunggunhnya pendidikan di rumah jualah penetu terbentuknya karakter anak yang kita cintai
Akan dibentuk seperti apakah karakter mereka?
1. Seperti diri kita?
2. Seperti idola kita?
3. Atau seperti harapan kita yang tidak terlaksana/ tercapai pada diri kita dan harus atau wajib dilakoni s anak?
Betapa kasihannya si anak jika dibentuk dengan 3 poin tersebut
Anadaikan kita dapat membentuk anak yang berkarakter dan Islami...Subhanallah..betap indahnya masa tua kita kelak. Mempunyai anak yang sayang dan cinta kepada kedua orang tuanya, pada teman, saudara, lingkungan dan cinta pada diri dan bangsanya.....
Kita akan mengupas....Membentuk dan Menciptakan Anak Berkarakter Sejak Dini.....